5 Cara Efektif Mendidik Anak Menjadi Kuat Mental dan Tangguh

Reporter: Gus Munir |

Editor: Dedi Okes |

Jumat , 04 Apr 2025 - 20:00

Ilustrasi mendidik anak agar kuat mental dan tangguh. -Foto: cahayaislam.id-Gus munir

OKU EKSPRES - Setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh menjadi pribadi yang kuat secara mental dan tangguh menghadapi berbagai situasi.

Untuk mewujudkannya, pola asuh yang tepat sangatlah penting. Lalu, seperti apa pendekatan pengasuhan yang bisa membantu membentuk karakter tangguh pada anak?

Banyak orang tua merasa khawatir tentang kesiapan mental anak dalam menghadapi tantangan, baik di sekolah maupun dalam kehidupan sosial.

Apakah mereka mampu mengikuti pelajaran? Apakah mereka dapat mengembangkan keterampilan hidup yang dibutuhkan saat dewasa nanti?

Salah satu kemampuan penting yang bisa dibentuk sejak dini adalah resiliensi atau ketangguhan. Ini merupakan kunci untuk membantu anak menghadapi berbagai tekanan emosional, sosial, maupun mental.

Apa Itu Resiliensi?

Mengutip dari situs Raising Children, resiliensi adalah kemampuan untuk pulih dari masa sulit dan bangkit kembali setelah mengalami tekanan atau tantangan.

Anak yang tangguh juga bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang sulit atau tidak bisa diubah, sambil terus tumbuh dan belajar dari pengalaman tersebut.

Resiliensi bukan sifat tetap, melainkan kemampuan yang bisa naik turun seiring waktu. Setiap anak bisa menunjukkan ketangguhan yang berbeda-beda tergantung situasi dan dukungan yang mereka terima.

Faktor-faktor yang mendukung perkembangan resiliensi pada anak antara lain:

5 cara efektif mendidik anak menjadi kuat mental dan tangguh                            oku ekspres - setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh menjadi pribadi yang kuat secara mental dan tangguh menghadapi berbagai situasi. 
untuk mewujudkannya, pola asuh yang tepat sangatlah penting. lalu, seperti apa pendekatan pengasuhan yang bisa membantu membentuk karakter tangguh pada anak?
banyak orang tua merasa khawatir tentang kesiapan mental anak dalam menghadapi tantangan, baik di sekolah maupun dalam kehidupan sosial. 
apakah mereka mampu mengikuti pelajaran? apakah mereka dapat mengembangkan keterampilan hidup yang dibutuhkan saat dewasa nanti?
baca juga:resep nasi goreng ala solaria, lezat dan mudah dibuat di rumah
baca juga:resep udang goreng renyah, simpel dan lezat untuk camilan atau lauk
salah satu kemampuan penting yang bisa dibentuk sejak dini adalah resiliensi atau ketangguhan. ini merupakan kunci untuk membantu anak menghadapi berbagai tekanan emosional, sosial, maupun mental.
apa itu resiliensi?
mengutip dari situs raising children, resiliensi adalah kemampuan untuk pulih dari masa sulit dan bangkit kembali setelah mengalami tekanan atau tantangan. 
anak yang tangguh juga bisa menyesuaikan diri dengan situasi yang sulit atau tidak bisa diubah, sambil terus tumbuh dan belajar dari pengalaman tersebut.
resiliensi bukan sifat tetap, melainkan kemampuan yang bisa naik turun seiring waktu. setiap anak bisa menunjukkan ketangguhan yang berbeda-beda tergantung situasi dan dukungan yang mereka terima.
baca juga:tips mengolah cumi asin agar tidak alot dan terlalu asin
baca juga:rahasia manfaat telur kampung dan madu untuk kesehatan
faktor-faktor yang mendukung perkembangan resiliensi pada anak antara lain:
hubungan hangat dan penuh dukungan dari keluarga dan orang terdekat
kemampuan dalam mengelola emosi dan merespons tekanan secara sehat
anak yang tangguh biasanya bisa mengatur emosinya dengan baik, belajar dari kesalahan, dan tidak mudah menyerah. 
orang tua berperan penting dalam membantu anak menghadapi stres, bukan dengan menghindarkannya, tetapi dengan mengajarkan cara mengelola dan mengatasi stres tersebut.
strategi pengasuhan untuk membentuk anak yang tangguh
berikut adalah beberapa pendekatan yang dapat diterapkan orang tua untuk menumbuhkan karakter tangguh dalam diri anak:
baca juga:tips mengolah cumi asin agar tidak alot dan terlalu asin
baca juga:rahasia manfaat telur kampung dan madu untuk kesehatan
1. izinkan anak mengalami kegagalan
menurut dr. ken ginsburg dari children’s hospital of philadelphia, banyak orang tua cenderung melindungi anak dari pengalaman yang dianggap menyakitkan. 
padahal, membiarkan anak mengalami kegagalan sesekali justru memberi pelajaran berharga.
peran orang tua bukanlah menghapus semua rintangan, melainkan memberikan ruang bagi anak untuk jatuh dan belajar bangkit kembali. 
dari situ, anak dapat mengembangkan daya juang dan kepercayaan diri.
2. beri ruang untuk mengungkapkan kekhawatiran
taryn marie stejskal, penulis buku the 5 practices of highly resilient people, menyarankan agar orang tua menyediakan waktu khusus untuk anak mengekspresikan kecemasannya. 
baca juga:resep stik kue bawang renyah tanpa santan
baca juga:manfaat berjemur di pagi hari untuk kesehatan
misalnya, luangkan lima menit sebagai waktu curhat, di mana anak bebas menyampaikan semua hal yang mengganggunya.
setelah sesi ini selesai, anak diajak untuk melepaskan kekhawatirannya dan tidak larut di dalamnya. cara ini melatih anak mengelola kecemasan secara sehat.
3. ajak anak memikirkan skenario terburuk dan terbaik
membayangkan kemungkinan terburuk dan terbaik dari sebuah situasi bisa membantu anak memahami bahwa ketakutannya belum tentu akan menjadi kenyataan. 
ini memberi perspektif dan rasa aman, serta menumbuhkan keyakinan bahwa mereka mampu menghadapi berbagai kemungkinan.
baca juga:jamu beras kencur, minuman tradisional dengan segudang manfaat
baca juga:dampak buruk konsumsi makanan manis berlebihan bagi kesehatan
4. hargai perkembangan diri, bukan sekadar pengakuan dari orang lain
untuk membangun kekuatan mental, penting bagi anak untuk fokus pada pertumbuhan pribadi, bukan mencari pengakuan eksternal. ajari mereka untuk mengevaluasi diri sendiri:
“apakah saya sudah berusaha semaksimal mungkin?” atau “apakah saya sudah menjadi versi terbaik dari diri saya sendiri?”
fokus seperti ini membantu anak lebih mandiri secara emosional.
5. tekankan nilai proses daripada hasil akhir
kegagalan sering kali terjadi dalam proses belajar. jika anak hanya diajarkan mengejar hasil, mereka bisa takut mencoba hal baru karena takut gagal.
baca juga:mengintip lebih dalam cmf phone 2 dari nothing, ponsel baru dengan fokus pada fotografi
baca juga:honor siapkan seri power: smartphone dengan baterai jumbo 8.000mah
alih-alih bertanya tentang nilai atau pencapaian akhir, ajak anak merefleksikan proses:
apa yang kamu pelajari dari pengalaman ini?
apakah kamu menikmati prosesnya?
pendekatan ini membentuk pola pikir berkembang (growth mindset) dan membantu anak menyadari bahwa mencoba dan berproses memiliki nilai tersendiri.
mendidik anak menjadi pribadi yang tangguh bukan tentang membuat hidup mereka bebas dari kesulitan, melainkan memberi mereka bekal untuk menghadapi tantangan dengan percaya diri dan strategi yang sehat. 
dengan dukungan, ruang belajar dari kegagalan, dan penguatan nilai-nilai positif, anak akan tumbuh menjadi individu yang resilient dan siap menghadapi dunia. (*)

Tag

Share

Koran Edisi Terbaru

Baca Koran OKU EKSPRES 3 MEI 2025

Berita Terkini

Berita Terpopuler

Berita Pilihan