Miskin Bermartabat

Miskin Bermartabat-Photo: istimewa-Gus munir
BACA JUGA:Tiga Terdakwa di Sumsel Divonis Hukuman Mati
BACA JUGA:Polda Sumsel Siap Kawal PSU di Empat LAwang
Saya juga tidak bisa menuliskannya.
Nisan itu sedang ditutup terpal. Di sekujur nisannya yang panjaaaaang sekali. Sekitar tiga kali lipat lebih panjang dari nisan sultan Raden Patah di samping masjid Agung Demak.
Di dalam bangunan itu juga penuh dengan andang --scaffolding. Beberapa orang bekerja di atas andang itu. Bersih-bersih. Mengecat.
Kiai sepuh itu pun memimpin doa. Pendek. Sambil berdiri. Tidak ada kekhusukan seperti di makam Gus Dur di Tebuireng, Jombang.
Keluar dari makam lebih banyak lagi yang mengerubung. Juga para wanita. Anak-anak.
BACA JUGA:Dugaan Penyimpangan dalam Proyek PG Djatiroto
BACA JUGA:5 Tips Memilih Outfit yang Cocok untuk Ramadan
Lalu saya lihat dua lelaki perlente masuk ke makam. Gagah. Berjas. Berdasi. Wajahnya seperti keturunan Arab.
"Assalamu alaikum," sapanya. "Kami dari Toronto".
"Kanada?”
"Yes".
Kami pun ngobrol sambil berdiri. Tidak ada tempat duduk. Tidak ada gasebo. Tidak ada tempat berteduh.
"Kami lahir di desa ini. Besar di Addis Ababa. Sekarang tinggal di Toronto".