Saya kenal Yanuar saat ia menjabat salah satu deputi di UKP4 di masa pemerintahan Presiden SBY.
Lembaga UKP4 dipimpin Pak Kuntoro Mangkusubroto --meninggal tahun lalu. Itulah lembaga yang memonitor dan menagih para menteri dalam melaksanakan program kerja presiden.
Lembaga itulah yang menjadi dashboard: siapa bertanggung jawab atas program apa. Pelaksanaannya sampai di mana. Dimonitor keras. Setiap tahap dievaluasi.
Kalau ada hambatan, di mana hambatannya. Kalau hambatan itu menyangkut kementerian lain, kementerian dimaksud dipanggil. Diajak rapat bersama. Dikonfrontasi. Dicarikan jalan keluarnya.
BACA JUGA:Paula Bantah Selingkuh
BACA JUGA:Ferry Irawan Tak Mau Tanggapi Gugatan Cerai Venna Melinda
Dalam salah satu rapat agendanya sangat berat. Sangat penting untuk masyarakat dan kemajuan ekonomi. Tapi menyangkut sampai perubahan izin.
Tidak ada yang berani ambil risiko. Program terancam gagal. Saya angkat bicara: "Saya saja yang ambil risiko, biar pun saya harus masuk penjara".
Pak Kuntoro, mantan menteri pertambangan, seorang yang pemberani. Kalau menagih janji sangat keras. Ia tidak sungkan meski yang ia tagih itu seorang menteri yang janji programnya terancam meleset dari jadwal.
Pak Kuntoro didukung para deputi. Semua teknokrat. Muda-muda. Salah satunya Yanuar Nugroho.
BACA JUGA:Naturalisasi Kevin Diks Memasuki Tahap Akhir, Diprediksi Main Lawan Jepang
BACA JUGA:Lawan Bahrain, China Minta Agar Wasit Bukan dari Arab
Yanuar, saat itu, sebenarnya belum ingin pulang ke Indonesia. Ia masih betah di Manchester, Inggris.
Setelah lulus SMAN 3 Solo, Yanuar melanjutkan ke ITB. Teknik industri. Angkatan 1990.
Di Manchester, Yanuar ambil S-2 Informatika: Information Systems Engineering. Di S-3 ia pilih studi inovasi. Lalu lanjut postdoctoral di bidang knowledge dynamics, sustainability, dan political economy of technological innovations and social change.
Belum tertarik pulang. Yanuar jadi dosen dan peneliti di University of Manchester Business School.