Oleh: Dahlan Iskan
GUNTUR memang tidak selalu disertai hujan. ''Guntur'' Pansus Angket Penyelenggaraan Haji DPR ternyata hanya menghasilkan gerimis.
Awalnya pansus itu sangat menakutkan –seperti saat melihat ular di lemari pakaian. Nyatanya itu hanya ular-ularan: hanya satu dari lima poin hasil Pansus yang agak mirip ular. Yakni poin nomor lima.
Anda sudah tahu bunyinya: Pansus Haji berharap pemerintah mendatang dalam mengisi posisi menteri agama agar memilih figur yang lebih cakap dan kompeten dalam menangani penyelenggaraan haji.
Poin satu sampai empat hanya berisi harapan agar kontrol oleh pihak-pihak pengawas lebih ditingkatkan. Baik pengawas internal maupun BPKP.
BACA JUGA:AHY Apresiasi Terobosan Strategis di Bidang Pertanahan
BACA JUGA:BPOM dan BNN amankan 3 juta pil OOT
Poin lima itu pun bentuknya hanya harapan. Berharap. Itu menandakan bahwa Pansus tidak punya pilihan kata yang lebih dari itu. Maka terasa sekali bahwa Pansus haji adalah Pansus setengah hati.
Bagian terpenting yang dipersoalkan adalah tambahan kuota haji: 20.000 orang. Sehingga total jemaah haji Indonesia 241.000 orang.
Itu hasil perjuangan Presiden Jokowi dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ke pemerintah Arab Saudi sebagai penentu jumlah jemaah haji dari tiap negara.
Menteri agama lantas menentukan 20.000 itu dibagi dua: separo untuk calon haji biasa, separonya lagi untuk calon jemaah haji-khusus yang bertarif mahal itu.
BACA JUGA:Ada Oknum PPS Tak Netral Terancam Dipecat
BACA JUGA:Perambahan Hutan Penyebab Banjir Bandang
Itu dianggap melanggar. UU menentukan kuota haji khusus adalah delapan persen dari total kuota.
Dengan tambahan 10.000 orang, jamaah haji khusus menjadi 27.680 orang. Kenapa jadi 11 persen. Pasti ada permainan. Begitu dugaan pansus.