Demokrasi hanya cara saja untuk mencapai tujuan yang lebih besar, yaitu mencapai kemajuan Indonesia, terutama dalam bidang pembangunan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan.
BACA JUGA:Bawaslu Periksa ASN Lubuklinggau Diduga Tidak Netral dalam Pilkada
BACA JUGA:Lima Saksi Diperiksa, Belum Ada Tersangka
Dalam pandangan mazhab ini, pertanyaan yang urgen adalah bagaimana kestabilan politik (”political order” dalam istilah lama Samuel Huntington dan akhir-akhir ini dipopulerkan kembali oleh Francis Fukuyama) bisa dicapai di tengah-tengah sistem multi partai seperti dianut di Indonesia.
Dalam mazhab Qodari ada kegundahan seperti ini: Apa gunanya demokrasi berjalan ”normal” seperti diinginkan oleh para Indonesianis asing itu jika pemerintahan tidak efektif, dan rencana pembangunan diganggu terus oleh partai-partai yang banyak ”mau”-nya itu.
Dalam Mazhab Qodari, yang penting adalah pemerintah yang efektif seperti yang kita lihat dalam era Jokowi sekarang.
Dengan pemerintah yang efektif, pembangunan bisa diakselerasi. Indonesia, dalam Mazhab Qodari, harus bisa lepas dari jeratan negara berpenghasilan menengah. Inilah momen terbaik untuk mengambil keputusan penting agar jeratan itu bisa kita hindari.
BACA JUGA:Catut Nama Pejabat Kejari Banyuasin untuk Minta Uang
BACA JUGA:Hindari Makanan Ini untuk Jaga Tekanan Darah
Jika momen ini lepas, Indonesia akan kehilangan peluang emas dan akan menjadi seperti Filipina.
5. Saya dulu termasuk penganut Mazhab Saiful Mujani. Sekarang saya lebih setuju dengan mazhab Qodari."
Catatan saya: Anda ikut mazhab mana? (*)
BACA JUGA:Resep Cinnamon Monkey Bread
BACA JUGA:Kreasi Menu Sehat dan Lezat: Tumis Labu Siam Udang yang Menggugah Selera