Saya membayangkan bagaimana Fachry harus mengkaji dokumen kerja sama itu. Yang kalau sangkaan Kejaksaan Agung benar, begitu penuh trik dan rekayasa.
Padahal komut harus memberikan persetujuan sebelum dirut menandatangani perjanjian bisnis sebesar itu.
Tentu Fachry punya kecerdasan yang tinggi. Juga punya logika yang kuat. Dibantu pula tim komite audit dewan komisaris. Tapi Fachry terlalu polos untuk mendalami segala jenis udang di balik peyek. Apalagi di antara udang itu ada pula kepitingnya.
Sejak tulisan saya terbit di Disway kemarin, begitu banyak telepon dan kiriman dokumen ke HP saya. Banyak juga yang menyebut RBT. Saya kita itu ring back tone. Ternyata nama orang: mengapa ia belum ditangkap.
Tentu saya tidak bisa menjawab. Saya lagi ke lokasi 100 kilometer dari kota Meizhou.
BACA JUGA:Polda Sumsel Catat 46 Lokasi Rawan Kecelakaan, Pemudik Dimbau Waspada
BACA JUGA:Agus Fatoni Dukung Pembangunan 2 Jembatan Penghubung Mesuji Lampung ke OKI
Inti banyak kiriman itu: seluruh penambang ilegal di konsesi PT Timah dipersilakan terus menambang. Bahkan bisa meningkatkan hasilnya. Harus dikirim ke smelter ''PT Timah''. Hasil timahnya pun menjadi seperti bayi yang baru lahir: sudah bersih dari dosa ilegal. Sudah bisa disebut timah produksi resmi PT Timah.
Penambang ilegal itu harus dibayar. Swasta itu yang membayar. Angkutannya harus dibayar. Swasta pula yang membayar.
Untuk memproses di smelter PT Timah yang membayar: ke swasta sebagai pemilik mesin smelter.
Ongkos memproses timah inilah yang jadi persoalan: mahal sekali. Angka-angkanya belum keluar di media. Pokoknya: sangat mahal. Tidak wajar. Begitu berita yang tersiar.
Tentu direksi akan menjawab: harga itu wajar. Pun ketika direksi mengajukan permohonan persetujuan ke dewan komisaris.
BACA JUGA:Resep Chicken Katsu, Praktis dan Lezat untuk Menu Sahur
BACA JUGA:6 Jenis Tanaman Cocok Ditanam di Ruangan
Permohonan itu pasti sudah dilengkapi berbagai macam dokumen pembenar. Juga dilengkapi hasil kajian. Yang semuanya menyebutkan harga itu wajar. Juga menguntungkan PT Timah.
Mungkin juga akan dipersoalkan: mengapa tidak ditenderkan. Atau jangan-jangan sudah ada tender –apa pun bentuk tendernya. Atau sudah lewat pemilihan langsung –yang juga diakui sebagai salah satu bentuk tender.