BACA JUGA:Timnas Indonesia Lolos Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia Usai Kalahkan China
Kami naik pesawat pribadi milik seseorang yang juga aktif di gerakan deradikalisasi. Pulangnya kami mampir mendarat di Batam dengan satu acara: makan martabak Har di Batam. Lalu bergegas balik ke Jakarta.
Beberapa tahun kemudian saya ke wilayah itu lagi. Sendirian. Pakai pesawat komersial secara estafet. Saya kaget: wilayah itu sudah menjadi kawasan wisata yang amat terkenal. Ramai. Indah. Cantik. Bergunung.
Hari itu saya punya dua tujuan: melihat hasil deradikalisasi di pedalaman Thailand dan bertemu tim sepak bola remaja yang terjebak banjir di dalam goa.
Anda masih ingat betapa dramatis usaha penyelamatan mereka. Saya pun senang: hari itu mereka sudah berlatih sepak bola lagi di lapangan desa.
BACA JUGA:Prabowo Pasang Target Timnas Harus Kalahkan Jepang
BACA JUGA:Kolesterol Tak Lagi Soal Usia! Anak Muda 20-an Kini Rentan Diserang
Marthinuslah yang berhasil melacak keberadaan Amrozi, tokoh utama bom Bali. Yakni lewat pelacakan mobil L-300 yang dipakai mengangkut bom Bali. Ia lacak mobil itu ada di Lamongan utara. Di Paciran. Dekat pantai.
Amrozi adalah pembeli ke-7 mobil tersebut. Nomor chassis-nya memang sudah dihapus, tapi masih dikenali. Waktu membeli mobil tersebut ia pakai nama M. Rozi.
Logat bicara Melayu Amrozi membuat ia tidak bisa sembunyi dari Marthinus. Amrozi memang pernah lama di Malaysia. Di sanalah ia menjadi radikal.
Menjelang subuh rumah Amrozi didatangi tim Densus 88. Pintu rumah papannya diketok dari depan. Setelah tahu banyak polisi di depan pintu ia berusaha lari ke belakang. Ingin lari lewat pintu belakang. Tapi pintu itu sudah ditutup dan dijaga Marthinus. Amrozi ditangkap.
BACA JUGA:Waspada Gula Tersembunyi dalam Susu Anak
BACA JUGA:Masak Daging Kurban Jangan Asal! Ini Cara Tepat Mengolah Berdasarkan Teksturnya
Khusnul Khotimah sampai ke Nusakambangan untuk menemui Amrozi di penjara di sana. Khusnul sudah bertemu langsung banyak tokoh teroris yang membuat tubuhnya penuh bekas luka bakar.
Umar Patek termasuk yang tidak setuju dilancarkannya Bom Bali. Korbannya akan banyak orang Indonesia sendiri –juga orang Islam sendiri. Tapi ia terjebak ikut meracik bom itu meski tidak ikut melaksanakannya.
Salah satu anak Khusnul, sekitar 30 tahun, juga jualan kopi di Sidoarjo. Tapi di warung kopi kelas kampung –beda jauh dengan gemerlap Hedon Estate yang didalamnya ada Kopi Ramu milik Umar.