JAKARTA - Mantan Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyoroti hak leniensi yang tertuang dalam UU No 11/2021 tentang Kejaksaan.
Hak leniensi ini adalah untuk menuntut ringan pelaku pidana.
Edwin menyebut limitasi aturan tersebut tidak jelas. Sehingga, rentan penyelewengan.
Limitasinya tidak jelas, dan menjadi rentan penyelewengan, ucap Edwin dalam keterangannya, Sabtu, 25 Januari 2025.
Dalam rancangan perubahan UU Kejaksaan ini, batasnya makin kabur, tambahnya.
BACA JUGA:Pemotor Tabrak Innova, 1 Tewas
BACA JUGA:Tutup Pangkalan Epiji Ketahuan 'Nakal'
Dia lalu kemudian mencontohkan kasus Pinangki Sirna Malasari, pegawai Kejaksaan Agung yang sempat viral karena menemui buron kakap kasus perbankan, Djoko Tjandra.
Jabatannya cuma Kasubag Pemantauan dan Evaluasi loh. Di bawah Kepala Biro. Pertemuan itu sulit dielakkan ada restu pimpinan, setidaknya atas sepengetahuan. Kita tidak tahu, kan, ucapnya.
Tapi, nyatanya Kejaksaan hanya menuntutnya empat tahun dan denda Rp 500 juta. Edwin menyebut bahwa ini menunjukkan komitmen yang lemah terhadap praktek korup di tubuh kejaksaan itu sendiri.
Selain itu, Edwin juga menyebut sejumlah contoh kasus lainnya. Menunjukkan fenomena no viral no justice.
BACA JUGA:Korban Orang Hanyut Bertambah, Petani Ditemukan Tak Bernyawa
BACA JUGA:Niat Ambil Uang, Pelajar Diduga Dirudapaksa Kenalannya
Kita pernah dengar ada kasus Valencia alias Nensyl, yang diproses karena memarahi suaminya yang mabuk. Kejaksaan sempat menuntutnya satu tahun, tapi karena viral, kemudian tuntutannya menjadi bebas, terangnya.
Ia menilai sebuah hal yang aneh, jika menuntut bebas, kenapa harus diproses sampai persidangan.