Kokkang Ibunda

Kamis 21 Nov 2024 - 21:19 WIB
Reporter : Gus Munir
Editor : Eris Munandar

Oleh: Dahlan Iskan

Saya kembali memutari bumi: berangkat ke arah timur (Jakarta-Guangzhou-San Francisco-New York), pulang dari barat (Chicago-Istanbul-Singapura-Jakarta).

Bandara O'Hare belum berubah: sempit, penuh, ruwet, sesak. Bukan karena kecil. Saking banyaknya penerbangan. Terbanyak ketiga setelah New York dan Los Angeles. Bersaing dengan Atlanta.

Kalau malam terlihat lampu pesawat yang mau mendarat seperti berbaris tidak berhenti di udara.

Begitu mendarat di Istanbul, Turki, terasa lapangnya. Juga modernnya. Gemerlapnya. Bandara ini, kata slogan di situ, titik pusatnya dunia. Klaim yang sama juga direbut Dubai, Abu Dhabi, Qatar, Singapura, Hong Kong, dan kelak Riyadh.

BACA JUGA:Menteri Nusron Upayakan Percepatan Sertipikasi Tanah Milik NU

BACA JUGA:BI Rate Ditahan di Level 6 Persen

Lebih lima jam saya transit di Istanbul. Tidak akan terasa. Apalagi membawa beberapa buku dari Amerika. Juga baru saja dapat kiriman buku elektronik dari sahabat lama, Roy.

Buku elektronik ini kelihatannya lebih menarik untuk dibaca lebih dulu. Penulisnya, saya lebih dari sekadar kenal: Wahyu Kokkang.

Bahwa ia menulis buku saja sudah menarik. Bagaimana bisa seorang karikaturis terkemuka menulis buku. Pasti beda.

Benar. Beda sekali. Sangat kreatif. Tidak biasa. Khas karikaturis. Kokkang sudah memenangkan banyak penghargaan internasional. Karya karikaturnya juga sering masuk buku koleksi karikatur dunia.

BACA JUGA:Menag Nasarrudin Umar Bolehkan Pakai Istilah 'Syariah'

BACA JUGA:Jadi Pusat Tontonan Warga

Kali ini ia sendiri yang menulis buku. Judul bukunya hanya dua kata: Cerita Ibunda. Lalu ada sub judul-judulan: "Ini ceritaku tentang ibuku dan beberapa cerita ibuku kepadaku".

Isinya: tentang bagaimana Kokkang terus merawat ibunya yang sudah berumur 80 tahun, tidak lagi bisa berjalan, sudah sering lupa.

Kategori :