Sampai Kapan

Dahlan Iskan saat bertemu himpunan pengusaha nahdliyin atau HPN. -Foto: Disway-Gus munir

BACA JUGA:Tips Praktis Menyimpan Bawang di Rumah, Anti Cepat Busuk

Mereka ingat kapan anak mereka berulang tahun. Riyan jadi perantara rasa sayang seorang ibu pada anak mereka. Sayang jarak jauh.

"Ada yang pesan sampai 100 tumpeng. Agar bisa mengundang seluruh teman anaknyi," ujar Riyan.

Tentu ada juga pesanan tumpeng untuk orang tua TKI. Termasuk di saat ''mendhaki'' penanda hari kematian orang tua.

Saya bertanya satu persatu apa saja usaha anggota HPN di Ponorogo. Saya kaget: salah satunya bisa berbahasa Mandarin. Pernah enam tahun jadi TKI di Taiwan.

BACA JUGA:Lakukan Pembunuhan Lantaran Kesal Korban Sering Geber Gas Motor

BACA JUGA:Momen Mengenang Kontribusi Santri Lawan Penjajah

Ketuanya sendiri, Suparlin, punya lima jenis usaha. Termasuk resto yang ditata dengan gaya pedesaan Jepang. Gabungan Jepang dan Jawa.

Apa pun usaha mereka kini muncul tantangan terbaru. Mereka kini harus menghadapi lima hal: lesunya daya beli, soal pajak, lalu pajak, pajak lagi dan pajak. Belum pernah mereka menghadapi masalah pajak seperti sekarang ini.

Saya pun tidak bisa memberi jalan keluar. Saya hanya sampaikan bahwa ke depan pajak akan semakin keras. Pengusaha kecil sudah harus memasukkan resiko pajak dalam perhitungan bisnis.

Mengapa semakin keras? Pemerintah harus cari uang lebih keras. Lebih banyak. Pendapatan negara kian banyak yang harus untuk bayar utang.

BACA JUGA:Permudah Dapat Bantuan Saat Kebakaran, Serahkan Satu Unit Mobil Damkar

BACA JUGA:Bernadya Sukses Peroleh 5 Nominasi AMI Awards 2024

Apalagi, jangan-jangan, biaya untuk birokrasi juga naik --akibat anggota kabinet yang kian gemuk.

Pembaharuan struktur kabinet ternyata tidak terjadi. Kementerian BUMN tetap ada --bahkan wakil menterinya ditambah. Kementerian keuangan juga tidak jadi dipisah. Tidak jadi ada kementerian pendapatan negara.

Tag
Share