Pikul Lumpia

Dahlan Iskan ketika menghadiri evet arak-arakan Dewa Cheng Ho di Semarang.-Foto: Disway-Gus munir

BACA JUGA:Mengungkap Keajaiban Selada Air, Sayuran Kaya Vitamin yang Bermanfaat untuk Kesehatan

BACA JUGA:Daun-Daunan Ajaib yang Bisa Mengatasi Perut Kembung pada Bayi

Setelah tiga kali diangguk-anggukkan, hio itu diambil petugas sembahyang. Ditancapkan di bejana abu. Asap mengepul. Bersatu dengan asap-asap dari berbagai bejana lainnya.

Komando MC selanjutnya: gerakan sujud. Maka, semua lutut bertumpu di bantal. Lalu, ada komando untuk sujud tiga kali. Sujudnya seperti salat, tapi dahi tidak sampai menyentuh tanah.

Lalu berdiri. Rakaat pertama selesai. Diteruskan dengan rakaat kedua dan ketiga. Dengan gerakan yang sama. MC pun menutup sembahyang dengan doa dalam bahasa Indonesia. Doa untuk hidup tenang, rukun, dan banyak rezeki.

Satu jam kemudian, pukul 20.00, sembahyang serupa dilakukan lagi di dalam kelenteng. Di depan altar dewa-dewa. Termasuk Dewa Cheng Ho. Juga, dewa dari kelenteng-kelenteng lain.

BACA JUGA:5 Gunung di Indonesia untuk Pendaki Pemula, Cocok untuk Isi Liburan Anda

BACA JUGA:7 Universitas Tertua di Dunia, Yang Pertama dari Negara Islam Ini

Sembahyang di depan altar ini ditambah satu ritual: persembahan. Arak, teh, dua macam kue dan buah.

Ketua Yayasan Tay Kak Sie, Tanto Hermawan, yang menaruhnya di atas altar. Tanto adalah pengusaha besar di bidang perikanan. Juga, punya pabrik sarung tangan. Banyak lagi usaha lainnya.

Selesai sembahyang, saya merasa lapar. Belum makan malam. Maka, kami buru-buru meninggalkan kelenteng. Anda sudah tahu ke mana: ke toko lun pia Jalan Lombok.

Rupanya Novi Sofian mengejar kami. Ketua panitia yang lima ”i” itu menarik lengan saya tepat ketika tiba di depan lun pia.

BACA JUGA:Tak Hanya untuk Bahan Penyedap, Berikut 7 Manfaat Daun Kari untuk Kesehatan

BACA JUGA:Resep Tteokbokki

Novi menjawil saya: Bapak harus makan di kelenteng.

Tag
Share