Pagar Teras
Dahlan Iskan-Photo ist-Gus munir
Islam pun berkembang dari Madinah. Dari rumah Nabi yang kini jadi Masjid Nabawi itu.
Tentu tokoh-tokoh pendatang mendengar: ada rapat besar di teras rumah Sa'ad. Mereka pun ke sana. Perkumpulan di teras itu membesar. Campur.
Para tokoh mengemukakan pendapat tentang bagaimana setelah Nabi wafat. Termasuk tokoh pendatang seperti Abu Bakar dan Umar. Mereka saling adu pendapat. Yang sudah bicara pun bicara lagi. Terus bergantian. Saling merekomendasikan nama yang pantas menggantikan Nabi Muhammad. Baik yang dari pendatang maupun tokoh asli Madinah.
Ada satu tokoh penting yang tidak hadir: Ali bin Abi Thalib. Suami Fatimah, berarti menantu Nabi Muhammad.
Saat itu Ali pilih berada di rumah Nabi. Mengurus kematian mertuanya itu.
BACA JUGA:Mendagri Minta Satpol PP dan Satlinmas Jaga Integritas
BACA JUGA:Abraham Samad Pertanyakan Stastus Firli Bahuri
Jarak antara rumah Nabi dengan teras itu kira-kira 500 meter. Tentu, waktu itu, dipisahkan oleh banyak rumah, rumah kampung model Arab.
Di perhelatan di teras itu banyak yang menyebut nama Umar pantas jadi pemimpin baru. Tentu banyak juga yang tidak setuju. Akhirnya, setelah bertele-tele, Umar berdiri. Ia menggapai Abu Bakar. Ia menyatakan bai'at pada Abu Bakar. Ia angkat Abu Bakar sebagai pemimpin barunya.
Melihat apa yang dilakukan Umar yang lain pun ikut bai'at. Jadilah Abu Bakar, tergolong paling tua saat itu, khalifah pertama.
Tentu ada yang khawatir: bagaimana kalau Ali tidak mau mengakui Abu Bakar sebagai pemimpin baru. Bukankah banyak yang berpendapat Ali-lah yang sebenarnya lebih berhak jadi pemimpin baru. Nabi sendiri mengakui kehebatan Ali –dan orang tahu itu.
Maka dicarilah Ali: agar mau ke teras itu untuk berbai'at pada Abu Bakar.
BACA JUGA:PSI Melesat versi real count KPU
BACA JUGA:Make Money Aplikasi Game Penghasil Uang Tercepat 2023 [No Scam] Terbukti Membayar
Ketika ada yang berhasil menemuinya, Ali pun menjawab: apakah jenazah Nabi dibiarkan tidak ada yang mengurus?