Tegangan Tinggi

gambaran wanita di Damaskus, ibu kota Syria.-Istimewa-
BACA JUGA:Disway Malang
BACA JUGA:Event Disway Mancing 2024, Wartawan TVRI Raih Juara 1
Porsinya besar. Pembelinya berjubel. Pembuatan es krimnya manual. Sampai ada empat lumpang pembuat es krim di kios itu. Lumpangnya stainless steel. Sebesar dandang. Alu kecilnya berkepala besar. Alu itu untuk menumbuk bahan di dalam lumpang.
Es krimnya fresh from the lumpang.
Azan magrib pun menggema keras di dalam pasar yang padat manusia ini –70 persennya wanita. Tidak ada yang hirau. Semua tetap di kesibukan mereka. Tidak ada ekspresi wajah yang berubah.
Sampai malam pasar ini tetap ramai. Malam yang redup. Nyala listriknya seperti rembulan yang tertutup awan.
"Kita ke kampung Kristen dan Yahudi," ajak Gus Najih.
"Di mana?" tanya saya.
"Di situ. Di depan masjid," jawabnya. "Mepet dengan masjid," tambahnya.
Itulah kampung Arab Kristen. Tidak pernah terganggu. Sepanjang masa. Pun di masa pemerintahan baru yang dipimpin mantan petinggi Taliban sekarang ini.
BACA JUGA:260 Disway
BACA JUGA:Disway Network dan B Universe Jalin Kemitraan
Kampung ini sudah sepi. Lorong-lorongnya gelap. Tapi tidak ada perasaan tidak aman berjalan malam di Damaskus. Apalagi sambil memegang es krim.
Di kota Aleppo, keesokan harinya, kami juga jalan-jalan malam. Menyusuri jalan-jalan kecil kota. Tidak ada perasaan takut. Atau waswas. Pun Janet. Bahkan di beberapa lokasi ada anak kecil yang menyapa Janet: ni hao!
Sampai matahari tenggelam pun toko-toko alat listrik di Aleppo masih buka. Begitu semangat mereka berjualan. Kian malam kian banyak kafe yang buka. Wanita yang ke kafe di Aleppo, 80 persen tanpa penutup kepala.