Transfusi Darah untuk Menyelamatkan Janin dari Anemia

OKU EKSPRES COM - Bukan hanya orang dewasa, janin di dalam kandungan pun bisa mengalami anemia, yang dikenal sebagai anemia janin. Kondisi ini terjadi ketika sel darah merah janin mengalami kerusakan akibat ketidakcocokan antara golongan darah ibu dan bayi, atau karena perbedaan lain pada sel darah merah.

Dalam situasi ini, sistem kekebalan ibu menganggap sel darah merah janin sebagai zat asing. Saat darah janin masuk ke aliran darah ibu, antibodi akan menyerangnya. Jika jumlah antibodi yang diproduksi tinggi, antibodi tersebut dapat melewati plasenta, masuk ke peredaran darah janin, dan menghancurkan sel darah merah di tubuhnya.

Kabar baiknya, anemia janin dapat ditangani melalui transfusi darah.

Jenis Transfusi Darah pada Janin

Pemantauan kehamilan secara ketat sangat penting untuk menentukan waktu terbaik melakukan transfusi. Umumnya, transfusi tidak dilakukan setelah usia kehamilan 34 minggu karena risikonya lebih tinggi dibandingkan risiko kelahiran prematur pada usia tersebut.

BACA JUGA:Benarkah Anemia Bisa Bikin Sulit Gemuk? Ini Faktanya!

BACA JUGA:Bahaya Infeksi pada Penderita Anemia Sel Sabit dan Pencegahannya

Ada dua metode transfusi yang umum dilakukan:

Transfusi Intravaskular (IVT) – Jarum dimasukkan melalui perut ibu hingga ke tali pusar janin.

Transfusi Intraperitoneal (IPT) – Jarum dimasukkan melalui perut ibu dan rahim ke rongga perut janin. Metode ini dipilih jika posisi janin tidak memungkinkan untuk dilakukan IVT.

Tujuan transfusi adalah mencegah atau mengatasi hidrops janin, yaitu penumpukan cairan di kulit, paru-paru, perut, atau sekitar jantung bayi yang dapat menyebabkan gagal jantung. Prosedur ini juga membantu mempertahankan kehamilan agar bayi lahir mendekati usia cukup bulan.

Risiko yang Mungkin Terjadi

Meski relatif aman, transfusi janin tetap memiliki risiko, di antaranya:

BACA JUGA:Mengapa Anemia Sering Muncul Setelah Operasi dan Cara Mengatasinya