Debat Santri

Ilustrasi santri--UIN Sunan Gunung Djati Bandung. -Foto: Disway-Gus munir
Oleh: Dahlan Iskan
Dalam perjalanan ke Lasem, saya bicara dengan Novi Basuki. Akhir pekan lalu. Di dalam mobil BYD Denza pinjaman.
Kami sepakat: bikin acara kompetisi debat. Dalam bahasa Mandarin. Khusus untuk santri pondok pesantren. Tomy Gutomo, dirut Harian Disway pun setuju.
Peserta debat memang dibatasi: hanya boleh diikuti oleh para santri dari pondok pesantren. Kita akan lihat santri berdebat dalam bahasa mandarin. Unik. Menarik. Futuristik.
Kami pun mencari tema debat. Banyak usulan. Sebelum perjalanan sampai Tuban sudah kami sepakati. Temanya: Santri, AI, Dakwah –atau tema sejenis itu yang diusulkan perusuh.
BACA JUGA:Gol Tunggal Dani Olmo Bawa Barcelona Makin Kokoh di Puncak Klasemen
BACA JUGA:Lamine Yamal Raih Penghargaan Laureus Breakthrough Award 2025
Pelaksanaannya masih lama: bulan September 2025. Masih empat bulan lebih. Finalnya: 1 Oktober. Kami sengaja mengumumkannya lebih awal. Itu karena temanya berat. Mereka perlu buka banyak literatur. Bahkan perlu merenung panjang. Juga perlu mengembangkan imajinasi.
Soal literatur artificial intelligent para santri tahu ke mana mencari. Tapi bagaimana bentuk dakwah di era AI perlu imajinasi. Dan apakah AI bisa dipakai untuk dakwah masih perlu perenungan yang dalam.
Misalkan: avatar. Apakah lewat AI juru dakwah hebat-hebat waini akan meng-copy diri ke dalam bentuk avatar-avatar. Lalu avatar itu mendominasi jagat baru dakwah kita.
Apakah ketika era itu tiba, masih ''laku'' kah para juru dakwah level bawah. Akankah hanya juru dakwah terkemuka yang menjadi winner take it all. Seperti Google, TikTok yang menghabisi aplikasi sejenis.
BACA JUGA:Kabar Baik! Tarif Listrik di Triwulan II 2025 Tidak Naik, ini rinciannya
BACA JUGA:ATR/BPN Fokus Naikkan Nilai SAKIP Lewat Evaluasi Kinerja Triwulan I
Berimajinasi seperti itu sulit bagi para santri. Imajinasi santri dibatasi oleh doktrin. Tapi imajinasi sendiri tidak bisa dikekang. Ia liar seperti suket teki. Sulit dibasmi.