Jangan-jangan mulai ada yang menyesal: jadi menteri ternyata tidak boleh enak. Apalagi bagi menteri baru yang sudah terbiasa hidup dari lobi hotel ke salon.
Tapi ini kan hanya tiga hari. Toh masih di masa bulan madu. Kebanggaan diangkat sebagai menteri masih bisa mengalahkan sulitnya cara hidup baru itu.
Latar belakang Presiden Prabowo yang militer tentu mewarnai kabinetnya. Seorang jenderal pasti punya keyakinan: bahwa ''manajemen ala militer'' adalah unggul. Keyakinan itu lantas menjadi kebanggaan.
BACA JUGA:Skrining Kesehatan Gigi dan Mulut Para Siswa SD
BACA JUGA:Ciptakan Pembangunan yang Responsif Terhadap Gender
Banyak jenderal yang kemudian punya pendapat: kalau saja manajemen ala militer diterapkan di luar militer akan membawa kesuksesan.
Keunggulan manajemen ala militer lahir sebagai konsekuensi atas risiko yang tinggi: menembak atau ditembak.
Kalah perang berarti kematian.
Risiko tertinggi dalam kehidupan adalah ''mati''. Maka segala upaya harus dilakukan agar jangan sampai mati.
Termasuk harus menemukan sistem manajemen yang unggul.
Di perusahaan, risiko tertinggi adalah bangkrut. Yang mati hanya perusahaannya. Bukan orangnya.
BACA JUGA:27 Rumah Terkena Dampak Angin Puting Beliung
BACA JUGA:Terbanyak Perceraian Akibat Judol
Maka di militer mulai proses manajemen perencanaannya sangat detail.
Di militer, perencanaan tidak sekadar didasarkan pada asumsi. Harus berdasar data di lapangan. Data lapangan diperoleh dari kerja intelijen.
Perencanaan SDM-nya dirinci sampai detail dari batalyon, kompi, regu, sampai grup.