Namanyi: Dina Nur Anggraini Ningrum. Dosen di Unnes Semarang --dulu IKIP Semarang.
BACA JUGA:Pinkan Mambo Ungkapkan Telah Bercerai Dari Arya Khan
BACA JUGA:Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Mulus
Saat jeda acara saya nebeng ke meja MWA Unnes. Ingin tahu siapa Dina. Saya pun dapat nomor telepon Dina.
Malamnya saya telepon Dina. Ingin kenalan. Juga ingin tahu bagaimana Dina bisa memegang rekor penelitian di Indonesia.
"Lho kita kan pernah bertemu, Pak," jawab Dina.
"Hah?”
"Bapak lupa ya. Kita bertemu di Taiwan," ujar Dina. "Saat bapak memberi kuliah umum saya masih mahasiswa S-3 di sana. Kita sempat ngobrol bersama teman-teman".
" Anda yang cantik mungil dan imut itu?"
"Saya ingat bapak memuji kami beruntung bisa kuliah di Taiwan yang ekonominya unik: lebih bertumpu pada usaha kecil dan menengah".
BACA JUGA:BBM Rendah Sulfur Segera Didistribusikan
BACA JUGA:Kepsek Beri tanggapan Soal Rolling
Dina ternyata punya cara sendiri untuk berprestasi dalam riset: bergabung ke grup riset yang besar (lihat Disway soal Dina edisi besok). Itulah, kata Hermawan, salah satu cara terbaik di saat serba kekurangan di Indonesia: bergabung ke grup riset dunia yang besar.
Cara lainnya lagi: bergabung ke tokoh-tokoh riset dunia. Bukan grup. Tapi tokoh perorangan. Seperti yang Hermawan lakukan dengan jaringannya di Berkeley.
Masih ada cara lain: kolaborasi sesama universitas di Indonesia. Dana yang sedikit di banyak universitas disinergikan. Untuk itu kita memang masih harus menghadapi kekayaan kita: masalah sulitnya bekerja sama.
Apa pun caranya jalan itu harus ditemukan. Pendidikan adalah cara terbaik untuk mengatasi kemiskinan. Menurut Prof Dr Mohamad Nuh, ketua forum MWA PTNBH: Buku-buku terbaik cara mengatasi kemiskinan sudah menyebutkan: hanya lewat pendidikan.