Oleh: Dahlan Iskan
BUNGA pinjaman berapa persen yang tidak tergolong riba? Atau sekecil apa pun bunga pinjaman itu tetap riba?
Saya mendiskusikan itu dengan pengusaha muda Muslim di Pacet, Mojokerto, pekan lalu. Namanya Achmad Sodiq. Asal Malang. Ia tidak punya pinjaman bank. Pernah punya. Dan mungkin akan punya lagi kalau suatu saat diperlukan.
Kami juga diskusikan soal lemahnya literasi keuangan di kalangan pengusaha Muslim. Pengetahuan mengenai doktrin riba biasanya lebih mendalam dibanding tentang literasi keuangan.
Membahas sisi riba memang lebih mudah. Tinggal mencomot dari ayat-ayat di kitab suci. Atau pendapat para ulama.
BACA JUGA:Baru Dilantik, Iqbal Bakal Fokus Penanggulangan Bencana, Karhutla hingga Pilkada
BACA JUGA:Revisi RTRW dan RZWP-3-K
Tapi mendalami masalah keuangan lebih sulit. Perlu kecerdasan. Bahkan lebih dari itu: perlu pengalaman. Yakni pengalaman memegang uang. Juga pengalaman memegang pembukuan. Termasuk mengelola anggaran dan membuat neraca –setidaknya bisa membaca neraca keuangan.
Maka wajar kalau membahas sisi riba bunga pinjaman lebih bersemangat. Termasuk dalam memandang kegagalan usaha. Terutama bila usaha itu gagal akibat tidak mampu membayar cicilan dan bunga.
Dengan mudah kegagalan seperti itu dianggap sebagai laknat akibat ''menjalankan praktik riba''.
Bisa jadi riba atau tidak riba sebenarnya tergantung pada kemampuan pengusaha muslim dalam memahami masalah keuangan. Termasuk bagaimana berdisiplin dalam memegang prinsip keuangan.
BACA JUGA:Antrean BBM Subsidi Diprediksi Kembali Panjang
BACA JUGA:Panen Raya Digelar Paiker
Misalnya: Anda minta pinjaman ke bank. Dengan bunga 12 persen/tahun. Seseorang yang memahami keuangan tentu tahu: jenis usaha yang akan dibiayai haruslah mendapat keuntungan lebih 12 persen/tahun.
Dengan demikian masih ada laba setelah dipotong untuk membayar utang dan bunga.