Di dunia profesional itu Pak Tanri membuat sejarah: ia-lah orang pertama yang mendapat gelar 'Manajer Rp 1 miliar'.
Baru di sosok Pak Tanri ada seorang manajer bergaji Rp 1 miliar setahun. Saat itu nilai Rp 1 miliar serasa seperti Rp 100 miliar hari ini.
Banyak yang menyangka itu karena gelar Pak Tanri bukan Drs, SH atau Ir. Gelar Pak Tanri adalah MBA. Agak langka saat itu.
BACA JUGA:Gotong Royong Siapkan Lahan Bangun Pesantren
BACA JUGA:Tingkatkan Pelaytanan, Perbaiki Armada Sampah
Maka gelar MBA terasa menjadi seperti di atas S-1. Anak muda pun seperti berlomba mengejar gelar MBA.
Pun bagi yang sudah bergelar S-1. Kini Anda merasakan gelar MBA tidak lagi punya keistimewaan seperti di zaman Pak Tanri.
Yang menghebohkan adalah ketika Pak Tanri menerima tawaran menjadi CEO perusahaan bir: Bir Bintang. Padahal latar belakang pribadinya sangat Islam: aktifis PII dan kemudian juga HMI.
Yang jelas Pak Tanri kemudian identik dengan manajer profesional yang hebat. Ilmu manajemen seperti tiba-tiba menjadi sangat penting. Para insinyur ITB dan IPB pun mengejar karir di manajerial.
Pun sampai Presiden Suharto: mengagumi Pak Tanri. Pak Harto memanggilnya. Diajak diskusi mengenai pengelolaan perusahaan negara.
BACA JUGA:Minta ASN Jaga Netralitas Saat Pilkada
BACA JUGA:BPMP Sumsel Beri Pelatihan Implementasi Kurikulum Merdeka
Saat itulah Pak Tanri mengajukan ide pembentukan kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lalu Pak Tanri menjadi menteri BUMN yang pertama.
Sebelum itu perusahaan negara berada di bawah kementerian teknis masing-masing. Perbankan di bawah menteri keuangan. Industri di bawah menteri perindustrian. Sebangsa Panca Niaga di bawah menteri perdagangan. PLN di bawah menteri PU. Dan seterusnya.
Sejak zaman Pak Tanri itulah kekuasaan para menteri atas perusahaan negara dicabut. Semua dialihkan ke kementerian BUMN.
Pak Tanri, dengan demikian, adalah 'Bapak BUMN'. Jabatan menteri BUMN tetap di tangannya saat presiden berganti ke Prof BJ Habibie.