Sialan. Jawaban itu enak sekali untuk dikutip sebagai direct quotation. Wartawan suka dengan jawaban seperti itu, hanya kadang diabaikan.
Di samping mencipta lagu James Anda sudah tahu: ia seorang arsitek. Masuknya di ITB, lulusnya di Taruma Negara.
BACA JUGA:Pasca Banjir, Sampah Menumpuk
BACA JUGA:Tim Sukses
Masakan, lagu dan desain arsitektur itu harus saling menyempurnakan. Hilang salah satunya hidup tidak akan lengkap. Itu masih kata-kata James.
"Makanan untuk kenikmatan mulut. Lagu untuk kenikmatan telinga. Desain arsitektur untuk kenikmatan mata," kata James.
Tapi kenapa suka di dapur?
"Tempat yang paling hangat adalah di dapur," jawabnya. Saya pun terbahak. Benar sekali. Apalagi di musim dingin.
James pintar masak apa saja. Pun soto. Ketoprak. Gado-gado. Yang belum bisa: rawon. Saya pun ingin menduetkan James dengan istri saya. Suatu saat.
BACA JUGA:Siang Malam, Pj Bupati Turun Beri Bantuan Hingga ke Desa-Desa
BACA JUGA:BARU! Aturan Pilkada Mantan Gubernur Dilarang Jadi Cawagub di Daerah yang Sama
Masak hanya untuk suami istri itu punya kelemahan. Sulit menyiapkan bahan. James hanya berdua dengan istri. Anaknya sudah seperti budaya Amerika: dewasa harus mandiri.
Sang anak sudah 26 tahun. Ganteng. Gagah. Bulan depan akan pindah ke Austin, Texas.
"Kalau pas kangen masakan Indonesia harus cari teman untuk menghabiskannya," kata James.
Kalau bulan puasa lebih mudah. Bisa ajak teman-teman Muslim berbuka bersama.
Imam Shamsi Ali, tinggal tidak jauh dari rumah James. Shamsi Ali, ulama asal Makassar itu, imam di masjid Jalan Jamaica, Queens.