"Meng-copy sistem di negara maju saja belum tentu berhasil," ujarnyi. "Tiongkok dengan penduduk yang begitu besar punya sistem pendidikan dokter yang berbeda lagi," katanya.
Setidaknya rakyat akan mengukur keberhasilan program baru Menkes Budi Gunadi Sadikin ini dari dua sudut: apakah biaya berobat bisa turun dan apakah jumlah dokter spesialis meningkat tinggi.
BACA JUGA:Lakukan Sosialisasi Dampak Negatif Penyalahgunaan NAPZA
BACA JUGA:Ajak Masyarakat Jaga Kamtibmas
Dua alasan itulah yang selama ini menjadi akar lahirnya kebijakan baru: biaya berobat mahal karena untuk menjadi seorang dokter juga mahal.
Waktu sekolah menjadi spesialis, seorang dokter kena tombak trisula: kehilangan penghasilan, harus membayar biaya pendidikan, dan menjadi tumpuan tugas-tugas di tempat sekolahnya.
Tempat sekolah itu rumah sakit juga tapi yang menguji dan mengeluarkan ijazah adalah fakultas kedokteran.
Tentu menkes juga tahu penyebab mahal yang lain. Ia sendiri sering mengungkapkan; adanya hubungan khusus antara pabrik obat dan dokter.
BACA JUGA:Janji Bisa Gandakan Uang, Korban tertipu Puluhan Juta
BACA JUGA:Jalan Menuju Sekolah Rusak, Pakaian Guru Sering Basah Akibat Lumpur
Setelah kebijakan baru, sekolah spesialis tidak perlu membayar. Juga tidak lagi kehilangan penghasilan. Bahkan dapat bayaran. Itu belum bisa menghilangkan hubungan khusus antara dokter dan perusahaan obat.
Hubungan khusus itu sudah begitu lama. Sudah menjadi kebiasaan yang membudaya. Alasan pendidikan mahal memang sudah tidak akan ada. Tapi alasan baru tidak akan kurang jumlahnya.(Dahlan Iskan)
BACA JUGA:Stok Gas Elpiji 3 Kg Kosong, Harga Naik
BACA JUGA:Harga Kopi Melambung Tinggi, Tembus Rp 60 Ribu