Yang bisa dibeli di kios itu memang terbatas. Hanya dua atau tiga item. Tidak ada dapurnya.
Semua jenis makanan kesukaan ada lengkap di deretan kios itu. Masakan Arab, India, Pakistan, Malaysia, Indonesia, Italia, Turki, China, dan segala macam negara. Masing-masing hanya dua atau tiga item. Dipilih yang paling terkenal saja.
Yang masakan Indonesia hanya bakso dan rendang. Yang Malaysia hanya nasi lemak. Yang India roti pratta. Yang Turki Anda sudah bisa menebak: kebab.
Semuanya siap saji. Tidak ada yang masak di situ. Hanya ada pemanas.
Semua kios bernama: nama negara. Bukan nama kios. Dari sisi Masjid Nabawi nama negara itu ditulis pakai huruf Arab. Dari sisi sebaliknya tulisan latin.
BACA JUGA:Rumah Alexander Isak Disatroni Rampok
BACA JUGA:Liverpool Bidik Ruben Amorim Gantikan Klopp
Saya ke kios India: beli roti pratta. Untuk istri. Ternyata saya salah beli. Harusnya roti chennai. Yang lebih empuk.
Setelah membeli roti pratta saya bawa bungkusan itu ke sisi kiri jalan. Di situlah meja kursi ditata. Masing-masing meja untuk empat orang. Tapi kursinya sudah ditarik sana-sini. Toh banyak meja yang hanya untuk makan dua orang.
Lebih ke sana lagi meja kursinya lebih banyak. Juga tidak lagi berjajar. Sudah seperti di kafe-kafe open air di Eropa --minus bir, wine, dan minuman yang lebih keras.
Di sebelah area meja kursi inilah dibangun bistro-bistro yang lebih besar. Tanpa meja kursi.
Lebih banyak jenis makanan di kelompok bistro ini.
BACA JUGA:Gas Aman Sambut Momen Lebaran
BACA JUGA:313.800 Kendaraan Lintasi Tol Sumatera
Beli makanannya di dalam. Makannya di meja kursi yang banyak itu. Sambil memandang langit. Atau memandang menara Masjid Nabawi di kejauhan sana.
Atau makanan dibawa pulang.