PALI - Kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), yang terletak di Kelurahan Handayani Mulia, Kecamatan Talang Ubi, kini memprihatinkan.
Setiap hari, sekitar tujuh armada angkutan sampah membuang limbah rumah tangga ke lokasi yang tidak jauh dari Bandara eks Stanvac ini. Namun, minimnya pengelolaan dan rusaknya alat berat membuat tumpukan sampah semakin menggunung.
Berdasarkan pantauan di lapangan, sebelum tiba di lokasi TPA, sekitar 200 meter dari gerbang masuk, sampah berserakan di sepanjang jalan. Aroma menyengat pun langsung menyelimuti kawasan tersebut.
Kondisi ini diperparah dengan kerusakan alat berat satu-satunya di TPA yang sudah tak beroperasi selama lebih dari sebulan.
BACA JUGA:Resep Kentang Goreng Crispy ala KFC
BACA JUGA:Manfaat Kencur untuk Kesehatan dan Kecantikan Wanita
"Kalau sekarang sampah menumpuk di jalan cor, karena alat berat rusak. Sudah sekitar sebulan kondisinya seperti ini. Kalau alat berfungsi, sampah bisa langsung didorong ke bagian belakang TPA," ujar Suprapto, salah satu petugas TPA.
Saat ini, tanpa alat berat, sampah hanya ditumpuk di area depan jalan cor yang seharusnya menjadi akses utama bagi armada pengangkut. Akibatnya, jalan masuk dan keluar ke TPA semakin sempit dan hampir tertutup sepenuhnya oleh tumpukan sampah.
TPA PALI menerima sampah dari dua kecamatan utama, yakni Kecamatan Talang Ubi dan Kecamatan Tanah Abang. Sementara armada dari Talang Ubi masuk setiap hari, sampah dari Tanah Abang hanya dikirim dua kali seminggu.
Meski sistem pengelolaan sampah di TPA ini belum optimal, aktivitas pemulung justru menjadi bagian tak terpisahkan.
BACA JUGA:Waspadai Gejala Usus Buntu yang Tidak Boleh Diabaikan
BACA JUGA:Cara Ampuh dan Aman Menghilangkan Komedo di Hidung
Mereka memilah sampah untuk mencari barang bernilai jual, seperti plastik dan logam, sebelum dijual kepada pengepul. Sejumlah pemulung bahkan membangun rumah semi permanen di sekitar TPA untuk mempermudah aktivitas mereka.
"Kami biasanya kumpulkan plastik dan barang yang bisa dijual. Bos dari Prabumulih yang datang beli seminggu atau dua minggu sekali," kata Kasim, salah satu pemulung.
Namun, penghasilan dari memilah sampah tidak menentu. Kasim mengaku dalam satu kali penjualan, ia hanya mendapatkan Rp100 ribu hingga Rp150 ribu. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, ia juga bekerja sebagai penyadap karet.