BACA JUGA:Wujudkan Program Tiga Juta Rumah ATR/BPN Beberkan Keseimbangan
Saya kenal Toha. Pernah. Lebih 18 tahun lalu. Dia adalah staf lokal di perusahaan milik seseorang yang Anda kenal. Usaha itu di bidang pengelolaan sumur-sumur minyak tua di Muba.
Saat orang itu jadi sesuatu, usaha itu berakhir. Izinnya habis. Ia tidak mau memperpanjang. Sumur-sumur minyak itu pun terancam telantar. Tohalah yang berinisiatif meneruskan. Ia sudah tahu bagaimana manajemen lama mengelolanya.
Toha membentuk perkumpulan masyarakat di desanya. Perkumpulan itulah yang menambang minyak mentah yang ditinggalkan orang itu. Hasilnya Toha kirim ke Pertamina setempat.
Boleh dikata Toha adalah pelopor perjuangan melegalkan penambangan sumur minyak lama untuk menggerakkan perekonomian rakyat setempat.
BACA JUGA: 9 Incumbent Melenggang, 9 Daerah Lain Pendatang Baru
BACA JUGA:Bedeng dan Rumah Warga Ludes Terbakar
Modal awalnya dari 29 sumur itu, lantas kini berkembang menjadi 500 sumur lebih.
Toha juga berjuang agar daerah mendapat manfaat dari minyak mentah di sana. Karena itu dibentuklah perusahaan daerah kabupaten Muba.
Pertamina tentu tidak bisa menerima pasokan minyak mentah dari perorangan maupun perkumpulan. Maka perkumpulan mengirim minyak ke Pertamina lewat bendera Perusda.
Dari minyak mentah itu ekonomi Toha membaik. Kekayaannya saat ini sekitar Rp 50 miliar. Tidak punya utang.
BACA JUGA:Pemilu Ulang Berjalan Lancar
BACA JUGA:5 Manfaat Seledri untuk Kesehatan
Kekayaan Toha masih kalah jauh dari kekayaan Luci, tapi Toha telah jadi tokoh riil yang secara nyata telah membela ekonomi masyarakat.
Dan lagi Toha hampir tidak keluar biaya. Ia tidak perlu melalukan serangan fajar.
Waktu kampanye pun banyak acara yang disiapkan oleh kelompok masyarakat sendiri. Legalisasi minyak mentah dari sumur tua itu memang menyangkut nasib puluhan ribu rakyat Muba. Mereka merasa semua itu berkat jasa Toha.