Pakar IT Sebut Sistem Sirekap tidak valid dan ceroboh
Pakar IT Kecerdasan Buatan dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Soegianto menyebutkan data dari sistem rekapitulasi suara (Sirekap) tidak valid dan ceroboh. -Photo ist-Eris
JAKARTA-- Pakar IT Kecerdasan Buatan dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Soegianto menyebutkan data dari sistem rekapitulasi suara (Sirekap) tidak valid dan ceroboh.
Hal itu dibeberkan langsung olehnya lantaran pria yang berprofesi sebagai dosen Fisika Komputasi di Fakultas Sains dan Teknologi Unair Surabaya itu telah melakukan kajian ilmiah terkait data hasil penghitungan suara yang ditampilkan Sirekap milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Tidak hanya itu, bahkan dia juga telah melakukan snapshoot untuk menangkap Json, yang merupakan jalur komunikasi antara web dan server Sirekap, serta menganalisa menggunakan robot.
"Saya mengambil 797.000 data sebagai bahan analisa dan saya menangkap 96 variabel, yang mana di situ saya tidak mengubah gambar menjadi teks dan sebagainya. Tapi saya mengambil data angka dari komunikasi antara server dengan web," kata Soegianto melalui keterangannya, Rabu, 20 Maret 2024.
Berdasarkan kajian ilmiah tersebut, Soegianto menemukan bahwa data antara suara sah dan pemilih yang mencoblos tidak cocok.
BACA JUGA:Berharap Teddy Lanjutkan Pengabdian dan Kembali Pimpin OKU
BACA JUGA:Gelar Pesantren Kilat di Lapas
Padahal, Sirekap sendiri merupakan aplikasi yang disiapkan oleh KPU RI untuk mempermudah dalam rekapitulasi surat suara sah.
Maka, jika ditemukan ketidakcocokan, seharusnya muncul notifikasi, tapi justru sebaliknya, angka yang salah juga masuk atau terdata di Sirekap.
"Ini berarti data suara sah tidak bisa dipastikan karena ada yang tidak match. Jadi, saya ingin mendeklarasikan bahwa ini kecerobohan, ya ini kecerobohan dari Sirekap," kata Soegianto.
Lebih lanjut, dia pun menganalisa untuk membandingkan antara data Pileg dan data Pilpres. Namun alhasil, menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok, yakni hasil suara untuk pileg dan pilpres berbeda antara 50 persen bahkan 70 persen, di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Dengan perbandingan persentase yang sangat jauh itu, Soegianto pun berkesimpulan bahwa data dari Sirekap tidak bisa dinyatakan valid untuk direkapitulasi dan menghasilkan persentase suara untuk partai politik maupun pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden.
BACA JUGA:2024, Pemkab OKU Timur Bakal rekrut 1.700 CASN
BACA JUGA:Pembunuh Adik Kandung Bupati Muratara Divonis Mati