Sate Presiden

Dahlan Iskan senam bersama Bupati Trenggalek M. Nur Arifin. -Foto: Disway-Gus munir

Lalu tanah yang dikeruk tadi dikembalikan. Diolah. Diisi air. Ditanami. Hanya sekali itu mengisi air. Sesama petani tidak perlu rebutan air setiap hari.

Saya baru akan menulis lebih banyak kalau yang 20 hektare itu sudah panen kelak.

Dari Trenggalek ke Ponorogo hanya perlu waktu satu jam. Lewat kaki selatan Gunung Wilis. Naik turun. Berliku. Tapi sepi.

BACA JUGA:Infinix Note 40s dengan Harga Promo Rp2,899 juta Sudah Miliki Layar Melengkung

BACA JUGA:Spesifikasi SOLLEI Mobil Listrik Mewah dari Cadillac dengan Sentuhan Futuristik

Tentu ada maksud tersembunyi di Ponorogo: makan sate ayam khas di sana. Di resto yang, meski banyak presiden RI pernah ke sana, saya justru belum pernah.

Ada dua kabar yang saya dapat di resto itu: baik dan buruk. Kabar baiknya: sate ayam ini memang enak. Pantas banyak foto presiden ada di dindingnya.

Kabar buruknya: seseorang curhat di resto itu tentang jeleknya nasib peternak sapi. Banyak peternak yang kembali jadi petani atau pergi merantau.

Misalnya yang di kecamatan Pudak, Ponorogo. Mereka awalnya sangat bergairah. Punya harapan bisa naik ke kelas menengah.

BACA JUGA:Nubia Z60 Ultra Miliki Kapasitas RAM Mencapai 24GB, Cek Spesifikasi dan Harga

BACA JUGA:Resep Mie Homemade Tanpa Pengawet Dibuat dengan Tangan Sendiri, Rasa Sesuai Selera

Itu terjadi setelah Covid-19. Bank menawari mereka kredit kepemilikan sapi perah. Satu orang bisa dapat dua ekor. Untuk membayar bunga dan cicilan diambil dari hasil perahan susu.

Lancar. Sesuai harapan. Tidak ada masalah pemasaran. Pabrik susu Nestle selalu membelinya.

Datanglah penyakit mulut dan kuku (PMK). Banyak sapi mati. Yang tidak mati pun tidak lagi produktif. Harus dijual dengan harga bantingan.

Yang tersisa adalah utang di bank. Mereka tidak tahu lagi bagaimana harus mengatasinya. Tidak mungkin lagi cari pinjaman baru di bank. Nama mereka sudah masuk daftar hitam.

Tag
Share