Tersiksa Jendela

Dahlan Iskan-Photo ist-Gus munir

Saya juga menyalahkan angin: mengapa hari itu angin bertiup dari arah depan? Mengapa kecepatan angin sampai 97 km/jam? Head wind seperti itu bikin jalannya pesawat terhambat. Menambah siksaan jendela.

Saya pernah terbang dari San Francisco ke Hong Kong. Sepanjang perjalanan head wind sangat kencang: sampai 200 km/jam. Pesawat sampai termehek-mehek. Bahan bakar tidak cukup untuk sampai Hong Kong. Harus mendarat darurat di Taipei. Isi ulang. Penumpang menunggu di dalam pesawat. Jadwal kedatangan di Hong Kong pun telat lebih dua jam.

Tapi tidak ada persoalan jendela saat itu.

Kenapa sih di perjalanan Abu Dhabi–Jeddah ini angin tidak dari arah belakang? Tail wind bisa mempercepat perjalanan pesawat. Sehingga saya tidak harus lama-lama tersiksa oleh jendela itu.

Mendung hitam tidak akan terus bergayut di tempat yang sama''.

Seberat apa pun, dan sebesar apa pun persoalan, akan ada waktunya berlalu. Oleh angin dari depan. Pun dari belakang.

BACA JUGA:Antara Mitos dan Paranormal! Begini Sinopsis Singkatnya,Film Horor Korea Terbaru

BACA JUGA:3 Kebiasaan Berbahaya Sebelum Tidur

Pesawat pun mendarat di Jeddah. Di bandara baru. Istimewa. Baru dipergunakan setelah Covid-19. 

Pesawat-pesawat lain pun mendarat. Termasuk yang membawa turis. Saya lihat beberapa wanita bule di bandara itu. Hanya pakai hot pants jean. 

Saya menengok ke arah pesawat parkir. Jendela itu masih di sana. (*)

BACA JUGA:Tips Memilih Skincare Halal

BACA JUGA:Sofia Reza Mendapat Hadiah Umroh

Tag
Share