Manna Haikal

Rangkaian kegiatan yang diikuti Haikal di DBL Camp. -Foto: DBL-Gus munir

Begitulah bertahun-tahun. Awalnya hanya jadi berita di media DBL. Dulu medianya pakai koran. Sekarang pakai website dan social media. Semua pertandingannya -yang berjumlah lebih dari 1.000 game- ditayangkan live streaming. Jadi omongan di dunia SMP dan SMA. Jadi mimpi: setiap siswa ingin bisa lolos masuk ke tim DBL di sekolahnya.

Tidak mudah. Sebab pendiri DBL menggariskan misi: student athlete. Artinya, peserta DBL tidak boleh hanya jagoan di olahraga. Nilai pelajaran di kelasnya harus baik. Harus naik kelas. Harus berkelakuan baik di sekolah.

Pelatih tim di sekolah itu, saat mendampingi siswa bertanding di DBL, harus pakaian rapi. Setidaknya pakai kemeja. Sebelum bertanding harus didahului dengan lagu Indonesia Raya. Penonton pun harus berdiri. Yang pakai topi harus copot topi. Ada pengawasnya: kalau masih ada yang malas berdiri, lagu kebangsaan belum dimulai.

BACA JUGA:Polres OKU Gembleng Personel di Lapangan

BACA JUGA:Lakukan Panen Raya Terong Dukung Ketahanan Pangan Nasional

Saya pernah ke kantor DBL. Luas. Lapang. Yang kerja anak muda semua. Suasana penuh canda ceria. Kantornya mirip lapangan basket penuh komputer.

Banyak foto juara-juara DBL dipajang di dinding. Juga foto-foto saat mereka dilatih pelatih asing. Juga foto-foto pas mereka di Amerika.

Di satu dinding ada pajangan kaus-kaus pemain NBA. Juga sepatu mereka. Ada yang ukuran sepatunya ampun-ampun: tiga kali sepatu saya. Semula saya pikir itu sepatu orang purba. Sangat tidak umum. Ternyata sebesar itulah sepatu pemain basket Amerika.

Semua itu koleksi pribadi pendiri DBL --yang ia dapatkan langsung dari para pemain Amerika itu. Ia memang sekolah SMA di sana. Sampai lulus kuliah. Saya malu menyebutkan siapa namanya.

BACA JUGA:Gubernur Sumsel Minta Kepala Daerah Dukung Atlet pada Porprov XV di Muba

BACA JUGA:IRT Lanjutkan Bisnis Haram Suami

Mulai tahun ini DBL punya program baru: memperluas mimpi anak Indonesia. Program itu dibuat agar tidak hanya bintang-bintang DBL yang bisa ikut camp dan ikut ke Amerika.

Tujuannya: agar siswa dari kota-kota yang belum ada kompetisi DBL-nya bisa terwadahi. Atau, di kota itu sebenarnya sudah ada DBL namun sekolahnya tidak bisa ikut dengan berbagai sebab. Misalnya belum bisa membuat satu tim yang komplet.

Untuk yang seperti itu siswa yang gila basket boleh mendaftar. Tetap harus memenuhi kriteria student athlete. Juga akan diverifikasi apakah ia/dia hanya main-main basket atau sungguh-sungguh ingin berprestasi.

Ada nama resminya, tapi saya menyebutnya ”jalur perorangan”. Jalur ini diberi kuota lima orang. Lima orang itu bergabung dengan lebih dari 200 pelajar lain yang sudah tersaring lebih dulu dari "kota-kota DBL". Eits, ada juga 54 pelatih yang ikut serta. Mereka juga terseleksi dari "kota-kota DBL".

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan