Bulan Ranjang

Ilustrasi foto Bupati dan Wakil Bupati Jember. -Foto: Disway-Gus munir
Penyebab konflik sangat klasik. P2 merasa lebih banyak keluar biaya: untuk Pilkada. Setelah terpilih tidak banyak dilibatkan dalam menentukan kebijakan. Terutama di saat pengangkatan pejabat-pejabat tinggi daerah.
Jember termasuk sangat cepat mengganti 17 kepala dinas dan jabatan setingkat. P2 merasa tidak diajak bicara. Maka, sejak itu, P2 terlihat tidak pernah berdua bersama P1.
Bahkan benihnya sudah sejak sebelum itu. Seorang sahabat Disway di sana menceritakan konflik itu bermula sejak P1 pulang dari retreat di Magelang. Sebagai bupati yang dilantik di Jakarta ia harus segera ke Magelang. Tidak sempat ada perayaan selamat datang.
BACA JUGA:Cegah Penyebaran DBD, Lakukan Fogging di Lingkungan Lapas
BACA JUGA:Mulai Ramai Ambil Kendaraan yang Dititipkan di Polres
Perayaan baru terjadi saat P1 pulang dari Magelang. Ia disambut ribuan orang. Sendirian. Tanpa P2.
Mereka yang menyambut utamanya jaringan Laskar Sholawat Nusantara (LSN). Gus Fawait memang presiden LSN.
Itulah jaringan yang dibuat Gus Fawait sejak lebih lima tahun lalu. Yakni saat ia mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Jatim. Dari Partai Gerindra. Dapilnya, Jember dan Lumajang. Jaringan LSN terbentuk di dua kabupaten itu. Sampai ke tingkat desa.
Gus Fawait terpilih. Di Pileg 2024 ia maju lagi. Terpilih lagi. Perolehan suaranya meningkat. Tertinggi se-Indonesia.
BACA JUGA:Salurkan Bantuan Kepada Korban Kebakaran
BACA JUGA:Pantau Kesehatan Siswa, Lakukan Skrining Fisik
Besarnya perolehan suara itu dilihat sebagai modal besar untuk maju sebagai calon bupati. Ia pun mundur dari DPRD. Maju sebagai calon bupati.
Lalu ada mak comblang yang akhirnya menjodohkannya dengan Pak Djos.
Gus Fawait bermodal perolehan suara. Pak Djos bermodal uangnya. Klop.
Umumnya orang Jember tahu siapa mak comblang yang dimaksud: Ir MZA Jalal --sesepuh politik di Jember. Jalal pernah jadi bupati Jember. Dua periode.