Tingtal Sebahu

Tingtal Sebahu-Photo: istimewa-Gus munir
Di pertengahan jalan kami melewati satu kota. Menakjubkan. Di kanan kiri jalan penuh bangunan baru. Beton. Mangkrak. Dua lantai. Atau tiga. Empat. Lima. Struktur betonnya sudah jadi tapi baru setengah jadi.
Dari strukturnya terlihat itu adalah calon bangunan rumah. Perumahan. Masif. Ribuan rumah. Membentuk satu kota tersendiri. Kota beton yang mangkrak.
Setidaknya sudah tiga tahun mangkrak seperti itu. Setidaknya sudah terlihat bahwa ada "revolusi" perumahan rakyat. Revolusi perumahan itu sudah mulai dilaksanakan. Pun di pedalaman. Pertanda Ethiopia bangkit tidak hanya di Addis Ababa.
Semua itu agar rakyat tidak lagi tinggal di rumah-rumah petak terbuat dari tanah. Bahwa program itu mangkrak Anda pun sudah bisa menduga: akibat perang.
BACA JUGA:Tren Kecantikan Sulam Alis yang Praktis, tapi Penuh Risiko
BACA JUGA:Waspada! Ini Risiko Menggunakan Maskara Secara Berlebihan
Perang terakhir di Tigray terjadi belum lama. Baru tiga tahun lalu. Bermula dari pemilu regional tahun 2020. Terjadi konflik. Tentara perjuangan kemerdekaan Tigray menyerang pos-pos militer negara federal. Meletuslah perang. Lebih 600.000 orang tewas. Perang besar. Suku Tigray gagal lagi untuk merdeka dari Ethiopia.
Uniknya, kali ini, Ethiopia dibantu musuh masa lalunya: Eritrea. Maka dari arah selatan Tigray diserang oleh tentara federal. Dari utara diserang oleh tentara Eritrea.
Itu yang tidak disangka oleh para pemimpin militer Tigray: diserang oleh tentara satu suku sendiri dari utara. Tigray terkepung. Mereka punya istilah sendiri: perang 360 derajat. Diserang dari segala arah.
Banyak bangunan baru mangkrak.
"Negash masih jauh?"
"Di balik gunung itu," ujarnya.
BACA JUGA:Hati-Hati! Penggunaan Eyeliner yang Salah Bisa Sebabkan Infeksi Mata
BACA JUGA:Pentingnya Sunscreen untuk Perlindungan dan Kesehatan Kulit
Perut mulai lapar. Belum sarapan. Tapi tujuan ke balik gunung itu harus dicapai dulu. (Dahlan Iskan)