"Yang wanita berapa?" tanya saya lewat telepon.
"Saya tidak tahu. Yang tahu istri saya," kata Ustaz Ihya Ulumuddin, pengasuh jurusan Mandarin di Al Majidiyah.
Istri Ustaz Ihya, Rozanah, juga orang Madura. Orang Sumenep. Rozanah-lah pengasuh jurusan Mandarin untuk santri wanita.
"Saya dan Rozanah sesama Madura, tapi dipertemukan di Xiamen," ujar Ustaz Ihya lantas tertawa.
BACA JUGA:Disway Gratis
Waktu itu mereka sama-sama kuliah S-1 di Xiamen. Satu angkatan dengan sesama alumnus Pondok Pesantren Nurul Jadid, Novi Basuki –yang jadi ketua dewan juri.
Lulus S-1 di Xiamen, Ihya-Rozanah meneruskan ke jenjang pernikahan di Madura. Setelah itu keduanya cari beasiswa untuk S-2 di Zhejiang University di Hangzhou. Mereka pun berangkat ke Hangzhou. Kuliah sambil bulan madu.
Sebenarnya pendiri jurusan Mandarin di pondok Al Majidiyah adalah kiai pendiri pondok Al Majidiyah itu sendiri: KH Mun'im Bayan. Sang kiai adalah sepupu kiai di Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo. Maka dengan mudah Kiai Mun'im mendapat bantuan guru Mandarin dari Nurul Jadid. Dikirimlah Ustaz Ihya ke Al Majidiyah.
Untuk acara besok dan lusa Al Majidiyah mengirim peserta lomba 12 santri. Tema pidato sudah ditentukan: Mimpiku tentang Indonesia.
BACA JUGA:Disway Malang
BACA JUGA:Event Disway Mancing 2024, Wartawan TVRI Raih Juara 1
Yang juga banyak mengirim peserta adalah SMA Islam Sabilillah, Malang: 13 orang. Sebenarnya Sabilillah baru membuka program Mandarin tiga tahun lalu. Ini memang SMA Islam baru: berdiri 2014.
Tapi Anda sudah tahu: Yayasan Sabilillah sendiri didirikan 1984. Awalnya mendirikan masjid Sabilillah di Blimbing. Besar. Megah. Anda selalu melewatinya kalau ke Malang –dari arah Surabaya, kanan jalan.
Masjid itu didirikan di situ karena sejarah: di situlah markas besar laskar Hisbullah di zaman perang kemerdekaan. Tokohnya KH Masykur. Lalu diteruskan oleh KH Tholhah Hasan --pernah menjabat menteri agama.
Kini SMA Islam Sabilillah punya program bahasa Jerman, Jepang dan Mandarin. Sedang bahasa wajib untuk semua siswa adalah Inggris dan Arab.