Dari Handil II itu terlihat air sungai Mahakam masuk laut.
Belakangan sudah ada jalan raya Samarinda-Balikpapan. Ada pula jalan tolnya. Samarinda sendiri sudah punya bandara.
Percabangan sungai Mahakam yang banyak itu terlihat indah dari udara. Seperti pohon pisang berdaun banyak. Saya hitung daun itu: 25 cabang. Kalau tidak percaya hitung sendiri.
Cabang muara paling kiri disebut Muara Badak. Kerumunan kapal besar tadi tidak jauh dari Muara Badak itu.
BACA JUGA:Gunung Dukono Meletus Semburkan Abu Vulkanik
Itulah kapal-kapal yang menunggu tongkang. Tidak bisa masuk sungai Mahakam. Batubara diangkut dengan tongkang. Menyusuri sungai Mahakam.
Satu tongkang berisi sekitar 7.500 ton batu bara. Tongkang ditarik melewati Muara Badak. Lalu menuju kapal besar. Di tengah laut itulah batu bara dipindahkan. Dari tongkang ke kapal besar. Kalau satu kapal berisi 100.000 ton, berarti 15 tongkang yang harus memindahkan muatan.
Betapa sibuknya bongkar muat batu bara di tengah laut itu. Kejujuran mendapatkan ujian terbesarnya di tengah laut.
Saat pesawat melewati sungai Mahakam saya menoleh ke jendela kanan: ampuuuuuun!!!
Sungai Mahakam padat dengan tongkang! Bajurut. Bakajal. Seperti tentara Korea Utara yang sedang latihan perang.
BACA JUGA:BACA JUGA:Israel Sahkan Hukuman Mati
Saya kembali tertegun. Sebentar. Saya segera sadar: harus menghitung tongkang itu. Belum selesai menghitung pesawat sudah melewati sungai Mahakam. Hitungan saya berhenti di angka 112. Masih banyak lagi.
Pemandangan pun berubah. Terlihat tanah Borneo bopeng-bopeng. Bopeng-bopeng. Bopeng-bopeng. Sejauh mata memandang: galian batu bara. Triliunan rupiah digaruk dari permukaan wajah tembem remajanya.
Saya lama tertegun-tegun. Lalu melintaslah nama-nama orang yang menjadi kaya raya dari bopengan itu.
Hanya pemandangan baru yang membuat saya bangun dari lamunan: tampak jalan tol Samarinda-Balikpapan.
BACA JUGA:Jukir dan Karywan Cafe Positif Narkoba