Tjong Ping pun membentuk panitia pemilihan pengurus kelenteng. Ia sendiri yang jadi ketua panitia pemilihan. Ia yang melakukan pendaftaran calon ketua. Ia sendiri mendaftar dan dianggap memenuhi syarat.
Lho ia kan anggota PDI-Perjuangan? Bukankah syarat pengurus kelenteng tidak boleh berpolitik?
Tjong Ping ternyata sudah menyatakan berhenti dari partai. Sudah jadi orang non-partai. Ia pun terpilih jadi ketua.
Heboh.
Pihak yang dulu jadi lawan Tjong Ping tidak bisa menerima. "Pemilihan itu akal-akalan. Ibarat ia yang jadi ketua KPU ia pula yang terpilih," ujar pihak satunya.
BACA JUGA:Biar Jantung Tetap Happy, Coba Menu Enak dan Sehat Ini!
BACA JUGA:Bukan Sekadar Sayur! Brokoli Tofu Saus Tiram Kaya Manfaat Jantung
Keadaan kembali tidak kondusif. Setelah terpilih Tjong Ping berusaha menguasai kembali kelenteng Tuban. Penjaga kelenteng menolak. Orang yang ditempatkan tiga tokoh Surabaya di situ tidak mau menyerahkan kuncinya. Ia khawatir terjadi bentrok lagi.
Hari itu si penjaga harus pergi ke Semarang. Ia bingung. Jangan-jangan selama ditinggal ke Semarang Go Tjong Ping datang untuk mengambil alih kelenteng. Maka ia gembok kelenteng itu. Ia pun pergi ke Semarang dengan tenang. Kunci gembok ada di sakunya.
Ribut. Rumah ibadah kok digembok. Bagaimana kalau ada orang yang ingin sembahyang. Maka banyak orang Tionghoa Tuban yang menghubungi Pepeng Putra Wirawan.
Pepeng adalah tokoh Tionghoa yang juga ketua Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) Jawa Timur. Pepeng lantas menghubungi Soedomo. Ia minta izin untuk menggergaji gembok.
BACA JUGA:Resep Sup Tomat Ayam Kaya Nutrisi untuk Jantung
BACA JUGA:Vivo X200 Pro, Usung Kamera Telefoto 200MP ZEISS dan Performa Ngebut
Izin jarak jauh diberikan Soedomo. Syaratnya, Tjong Ping tidak boleh datang ke kelenteng dalam sebulan ke depan. Kecuali untuk sembahyang.
Pepeng merayu Tjong Ping untuk menandatangani pernyataan tidak akan datang ke kelenteng sebulan ke depan. Tjong Ping setuju.
Maka gembok pun digergaji. Umat kembali bisa sembahyang.