Sang putri masih kelas II SMA negeri di General Santos. Dia masuk Islam. Ketika orang tua marah, dia justru "lari" ke basis Islam di dekat Kotabat –lima jam naik mobil dari General Santos. Dia meneruskan sekolah SMA di kamp militan Filipina Selatan.
Saat itu Umar sudah bergabung ke kelompok militan Islam di Moro. Begitu mendengar ada gadis yang baru saja lari ke kamp militan, Umar mengatakan ingin mengawini gadis itu. Padahal, Umar belum tahu namanyi. Belum tahu wajahnyi.
BACA JUGA:Sehat Menikmati Daging Kurban: Boleh Asal Tahu Batas dan Cara Pengolahannya!
BACA JUGA:Fakta Menarik Daging Kambing Kurban: Lezat, Sehat, dan Penuh Makna
Umar langsung menghadap komandan kamp militan. Ia menyatakan ingin mengawini gadis itu. Meski belum melihat sendiri wajah si gadis, hatinya sudah terpikat.
"Saya di sini hanya guru, bukan orang tuanyi," ujar komandan militan di kamp itu. "Kalau mau mengawininyi, harus datang ke orang tuanyi," tambahnya.
Umar pun pergi ke General Santos. Ia menemui orang tua si gadis. Ia melamar.
"Bagaimana mau mengawininyi. Dia masih sekolah SMA," reaksi sang ayah.
"Tidak akan mengganggu sekolah. Setelah pernikahan, seminggu kemudian boleh masuk sekolah lagi," jawab Umar.
BACA JUGA:Siapa Saja yang Berhak Menerima Daging Kurban? Ini Penjelasan Lengkapnya!
BACA JUGA:5 Tips Menyimpan Daging Kurban di Kulkas agar Tetap Segar dan Tahan Lama
Setelah berhasil membuat calon mertua yakin, Umar mengajukan permintaan ke calon mertuanya itu. Yakni, agar mereka bersedia hadir dalam pernikahan mereka.
"Kami diminta hadir ke kamp militan? Mana bisa? Kami ini pendeta Kristen. Kami bisa dibunuh di sana," ujar calon mertua.
Umar pun menjamin keamanan mereka. Maka, saat pernikahan itu, calon mertua datang lengkap dengan saudara-saudaranya. Juga, dua adik calon istrinya.
Umar menyewa sebuah rumah di dekat kamp militan. Mereka bermalam di situ. Sampai hari pernikahan.
BACA JUGA:Tips Jitu Menyimpan Daging Kurban Agar Awet, Baik di Kulkas Maupun Tanpa Kulkas