Oleh: Dahlan Iskan
Misalkan Anda punya ide: di setiap stasiun KRL di Jakarta dibangun apartemen kelas biasa.
Rumah susun --tapi jangan disebut rumah susun. Misalkan, masing-masing 20 lantai. Tiap stasiun beberapa unit. Keretanya masuk ke apartemen itu. Seperti yang di Chongqing, Tiongkok, itu (Disway: BACA JUGA:Apartemen Kereta).
Mungkinkah ide Anda itu bisa diterima? Lalu jadi kenyataan?
Coba saja. Toh alasan untuk mengemukakan ide itu lebih kuat dari riwayat lahirnya kereta masuk apartemen di Chongqing.
Ide itu harus Anda niatkan untuk sesuatu yang mulia: agar jumlah golongan kelas menengah kita terus bertambah. Agar negara cepat maju.
BACA JUGA:Salah Peringatkan Nunez Agar Tak Menyiram Sampanye ke Dirinya Saat Pesta Juara
BACA JUGA:Raih Gelar Juara ke 20, Liverpool Dinobatkan Raja Liga Inggris Bersama MU
Anda sudah tahu: waini terlalu banyak orang yang berpendapatan tetap di Jakarta menghabiskan gajinya untuk biaya transportasi.
Sebenarnya mereka telah menghemat dengan cara naik KRL. Tapi rumah mereka jauh dari stasiun --hanya bisa beli rumah yang harganya masih terjangkau.
Karcis KRL-nya sendiri murah. Rp 1.500. Dulu. Entah sekarang. Tapi biaya transport dari rumah ke stasiun jauh lebih mahal dari itu. Naik ojek bisa Rp 8.000 sampai 15.000. Pulangnya pun segitu.
Rumah di sekitar stasiun sudah mahal. Tidak terjangkau. Maka pemerintah bisa bekerja sama dengan KAI: bangun rumah susun di lahan stasiun KRL. Biayanya minta dicarikan lewat Danantara.
BACA JUGA:Yuke Dewa 19 Tabrak Bocah Hingga Tak Sadarkan Diri
BACA JUGA:El Rumi Bocorkan Kesiapan Rencana Pernikahan Al Ghazali dan Alyssa
Atau ide itu Anda teruskan ke menteri perumahan. Toh Anda tahu: Ara (Maruarar Sirait, Red), sang menteri, lagi pusing menghadapi para pengembang. Program membangun tiga juta rumahnya banyak dipersoalkan pengembang.